Latest entries

Rabu, 14 Maret 2012

Mesjid Seribu Tiang - Jambi

0 komentar
Dari Tebing Tinggi perlu tiga jam untuk mencapai kota Jambi. Setelah menyelesaikan urusan pekerjaan selama setengah hari, siang hari kami bertiga merencanakan untuk ke Jambi. Kenderaan yang kami pakai adalah sebuah mobil, pinjaman dari seorang kenalan. Satu jam pertama perjalanan menempuh jalan rusak berdebu, diselang seling dengan jalan beraspal, yang walaupun sedikit tetapi cukup mulus. Kiri kanan kami adalah hutan tanaman industri dan kebun sawit. Sedikit sekali perumahan atau pemukiman yang kami temui. Debu tebal mengepul dibelakang kenderaan tumpangan kami. Kadang jika kami berada di belakang kenderaan lain, jalanan menjadi tidak nampak karena tertutup oleh debu tebal.



Mencapai jalan lintas timur, masih perlu sekitar dua jam lagi untuk mencapai kota Jambi. Jalanan mulus dan sepi, sehingga kenderaan bisa dipacu dengan kencang.

Tujuan pertama kami adalah rumah kerabat salah seorang teman seperjalanan, yang terletak di pinggir Sungai Batanghari, di daerah kota seberang. Dari rumah tujuan kami tersebut di seberang sungai nampak panorama kota Jambi. Air sungai Batang hari berwarna keruh kecoklatn. Perahu-perahu penambamh pasir sesekali melintas dengan bunyi mesinnya yang khas. "Itu perahu ketek", tuan rumah menjelaskan. Perahu-perahu penyeberangan hilir mudik menyeberangkan penumpang dan kenderaan roda dua. Menuju ke Jambi melewari jembatan terlalu jauh, dan tidak sebanding dengan biaya penyeberangan yang lima ribu rupian per sepda motor. Hanya perlu sekitar sepuluh menit untuk menyeberang, dibandingkan dengan perlu sekitar tiga puluh menit - bahkan bisa lebih jika lalu lintas ramai - jika melewati jembatan.



Tuan rumah kemudian ikut menemani kami keliling kota Jambi. Perhentian pertama adalah restoran pempek Selamat, yang menjual pempek dan berbagai macam jajanan khas lainnya. Selain makan ditempat, pempek pentah juga dikemas dengan bagus untuk dijadikan oleh-oleh. Harganya beragam dan terjangkau. Saat kami duduk, sepiring pempek dalam berbagai tipe disajikan untuk dicoba. Kami pikir ini gratis, ternyata harus dibayar juga, dihitung per biji yang dimakan.





Dari pempek Selamat, kami juga ke supermarket Enha untuk membeli oleh-oleh. Perjalanan kemudian diteruskan ke Jembatan Makalam, salah satu lokasi yang juga dikenal sebagai objek wisata kota Jambi.





Kami juga berkesempatan melaksanakan shalat magrib di Mesjid Agung Al-Falah, yang dikenal juga dengan Mesjid Seribu Tiang. Tentu saja tiangnya tidak mencapai seribu buah, hanya 256 buah saja, cuma nampak memang tiangnya banyak sekali. Mesjid ini unik karena tidak memiliki dinding sama sekali. Tiang-tiang besarnya berlapis kuningan yang berukir, sementara tiang-tiang lainnya yang lebih kecil berupa beton yang dicat berwarna putih. Lampu gantung besar di bawah cekungan kubah mesjid juga terbuat dari kuningan. beratnya mungkin ratusan kilogram, yang ditahan oleh beberapa sling baja.

Tidak banyak jamaah yang melaksanakan shalat magrib saat kami slahat di sana. Mungkin letaknya yang tidak berada di pusat keramaian dan berjauhan dari pemukiman membuatnya sepi. Hanya ada beberapa shaf laki-laki. Jamaah wanita bahkan lebih sedikit lagi. Sangat sepi untuk ukuran mesjid dengan luas sekitar 6400 m3 dan daya tampung jamaah sekitar 10.000 orang.







Tujuan terakhir sebelum balik ke Tebing Tinggi adalah kawasan Ancol, di pinggir sungai Batang hari. Lokasinya persis tegak lurus dengan rumah persinggahan kami tadi siang di seberang sungai. Sepanjang lokasi ini dipenuhi oleh penjuan makanan dengan gerobak, sebagian besar adalah jagung bakar dan air tebu yang digiling langsung ditempat. Kami memesan jagung bakar dan air tebu, kemudian mencari tempat duduk. Pemandangan di depan kami adalah sungai Batang Hari di malam hari. Perahu-perahu penyeberangan hilir mudik menyeberangkan orang dan motor. Sebuah kapal motor kecil merapat kepinggir. Penumpangnya turun dan menuju ke darat melewari jembatan kayu dari dermaga.

Suasana di Ancol tidak terlalu ramai. Tetapi saat liburan dan akhir pekan, lokasi ini dipenuhi oleh pengunjung yang ingin bersantai, terutama sore dan malam hari.







Jambi, Antara Minang dan Palembang

0 komentar
Sekitar pukul 16.30 WIB akhirnya saya sampai di bandara Thaha Jambi. Ini sudah kali ke-dua saya menginjakkan kaki di tanah melayu ini selama 2011. Tidak ada yang banyak berubah memang, masih menjadi kota yang tidak ramai bagiku.
Jalanan masih saja sepi saat itu, agak sedikit bersih sepertinya. Setelah saya bertanya pada sopir yang menjemput saya, ternyata Presiden RI mau datang. “Kasihan, presidenya dibohongi pejabat daerah”, dalam hatiku. Memang jalanan tampak bersih sore itu, dan patung-patung khas melayu yang menjadi khas kota ini menyambut kami dengan senyum yang pelit, hanya sedikit soalnya.
Salah satu patung di Jambi yang khas dengan pakaian melayu
Kota jambi, sebenarnya tidak ada yang menarik bagiku. Tidak ada tempat wisata yang luar biasa, hanya pinggiran Sungai Batang Bahari yang saat malam hari banyak dipenuhi para kawula muda melayu memadu kasih atau beberapa warga yang sekedar menikmati jagung bakar dan es tebu. Kuliner juga tidak ada yang menarik, bukan di Kota Padang, tapi semua rumah makan menyajikan masakan padang. Bukan Palembang, tapi banyak yang menjajakan Pempek, Tekwan dan sejenisnya. Pikirku, kota ini mungkin peralihan Palembang dan Minang. Untuk mengisi amunisi, kami pun makan dan wisata kuliner terlebih dahulu, sebuah ritual wajib yang membuatku bengkak tapi menyenangkan.

Masakan Padang yang banyak ditemui di Jambi sebagai menu utama Rumah makan
Pempek, makanan khas Palembang yang cukup banyak ditemui di Jambi
Hutan, Sawit dan Durian
Setelah selesai makan kamipun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Penelitian yang kami lakukan berada di Desa Talang Tembago, kecamatan Sungai tenang, kabupaten Merangin yang harus kami tempuh dengan mobil sekitar 12 jam.
Setelah sholat magrib, kamipun meluncur. Meninggalkan Kota Jambi, pemandangan tak sedap pun kami temui. Apalagi kalau bukan perkebunan sawit. Dari awal memang saya ga suka dengan sawit, bukan terlalu idealis dengan kehutanan, tapi sawit memang tidak konservasionis. Biarlah, toh apapun yang ku rasakan ga akan bisa mengubah segalanya, pikirku.
Sesekali kami masih melewati hutan yang lebat. Ya cukup membuat senang, walaupun malam cukup gelap. Dan satu hal lain yang kami temui sepanjang jalan menuju kota kabupaten Merangin adalah pemukiman. Disini ada yang menarik, karena banyak warga malam hari yang menjual duren. Apa mau dikata, duren pun menjadi pengantar menuju Kabupaten Merangin.

Beberapa durian masih dijajakan oleh masyarakat di pinggir jalan
Sekitar Pukul 00.00 kami sampai di Kabupaten Maringin, Kota Bangko. Di Bangko, kami harus menginap di Hotel, hotel sederhana yang harganya cukup mahal menurutku, Rp 300.000 per malam. Istirahat dan menyiapkan stamina untuk esok pagi, pukul 06.00 harus siap berangkat.
Setelah sarapan makanan khas Merangin, Nasi gemuk, kamipun melanjutkan perjalanan dengan Strada Triton yang memang sebelumnya mengantar kami meninggalkan Jambi. Kota bangko, bukan kota yang menarik juga, seperti kota-kota kabupaten lainya. Kurang rapi, sepi di pagi hari. Bahkan kami harus menunggu pukul 08.00 untuk mengisi bahan bakar, Asu dalam hatiku.

Nasi gemuk, makanan khas Merangin
Jam 08.00 setelah mengisi BBM kami melanjutkan perjalanan menuju desa, skeitar 6 jam kami harus melakukan perjalanan darat. Bagiku, bukan masalah, mau berapa jam, jalani saja. Ternyata sepanjang perjalanan, tidak semulus yang kami sangka. Mulai jalan yang jelek, jembatan yang sedang diperbaiki dan kayu tumbang. Pikir saya untuk menuju Kota kecamatan itu ga ditemui, ternyata, kami harus berhadapan dengan hal-hal seperti itu.
Akhirnya sekitar pukul 15.00 kami sampai di Desa Talang Tembago. Wow, desa yang sangat menarik dalam hatiku. Ramah, sejuk, karena desa ini berada di bawah bukit yang hutan alamnya masih lebat. Saya pun tersenyum, akhirnya masuk hutan setelah beberapa bulan ga masuk hutan alam.

Wisata Sungai Batanghari Jambi

0 komentar
Aku masih ingat saat SMP di Aceh dahulu........pada saat pelajaran geografi dari pak Ritongan guru favorit ku. Ada pertanyaan pada ulangan harian..... “sebutkan sungai terpanjang di Sumatera”. Saat itu aku menjawabnya.......”sungai Batang Gadis”. Itulah kalau pikiran cewek melulu, jadi lebih mudah mengingat kata “gadis” di bandingkan “hari”. Walau pun sungai Batang Gadis memang ada di Sumatra namun kalah jauh panjangnya dari sungai Batanghari.
Itulah kehidupan..... pertanyaan waktu SMP ternyata bisa membawa ku tinggal disana dan menikmati Sungai terpanjang di Sumatera, dengan panjang  diperkirakan hampir 500 kilometer
Kalau kita berada di Kota Jambi., ada “daerah seberang” yaitu daerah seberang sungai Batanghari yang banyak dihuni masarakat asli Jambi.....Melayu yang telah membaur dengan warga lain. Daerah ini solidaritas dan kekeluargaannya sangat tinggi....jadi jangan coba-boba berbuat jahat......di jamin....gak selamat.
Ada 2 jalur menuju daerah seberang, bisa lewat darat, memutar dari Jembatan Aur Duri 1 atau 2 atau menggunakan perahu bermotor yang banyak mengkal di Pasar Angso Duo atau di belakang Mall WTC Jambi. Nah pada saat aku ke “seberang”, aku mencoba ke 2 jalur ini.
Tak aku sangka ternyata ajakan untuk menikmati penyeberangan dan jalan-jalan dengan perahu motor dari “daerah seberang” ke kota Jambi menjadi perjalanan yang menarik dan menyenangkan.
Menggunakan perahu kayu berukuran panjang 7 meter dan leber 1,2 meter yang di lengkapi mesin....... cukup ditumpangi oleh 10 orang. Duh...indahnya.....menikmati sungai yang airnya berwarna coklat muda......yang arus dan riaknya tenang....membuat perjalanan sungguh mengasikkan. Terhalangnya matahari oleh awan membuat hembusan angin di sungai Batanghari menjadi sejuk.
Melihat kawasan Ancol, (tempat paling terkenal di Jambi), Mall WTC dan tentunya pasar Anggso Dua dengan denyut nadi perdagangan yang tak pernah berhenti...... dari arah sungai.....sungguh merupakan pemandangan yang baru...karena selama ini pemandangan hanya dari arah kota Jambi saja. Berselisih dengan perahu-perahu yang melangsir orang belanja..... kapal lumayan besar yang sedang membongkar muatan.....atau ....kapal ponton berisi kayu alam  yang sedang ditarik boat. Belum lagi asiknya sesekali mencelupkan tangan ke air sungai Batanghari yang kata orang Jambi kalau sudah “memimumnya bisa gak mau pulang”. Mungkin maksud kalimat itu kalau minum air Batanghari yang belum disulung ya......???
Namun sayangnya...sama seperti sungai di Indonesia.......ya sungai selain jalur transportasi bisa juga menjadi tempat paling mudah buang sampah.......baik sampah rumah tangga atau sampah dari perut manusia. Sehingga di sepanjang pinggiran sungai banyak terlihat plastik mie instan atau botol bekas shampo....... sayang..... merusak pemandangan.
Memasuki pertengahan perjalanan....... matahari bosan terhalang awan......matahari rupanya ingin juga melihat kegiatan kami secara langsung.....ya akibatnya lumayan gosong neh wajah karena perahu yang kami sewa tanpa tudung. ......eh....... cobaan datang lagi.....baling-baling perahu lepas....karena tersangkut karung goni yang di buang sembaranngan...... terkatung-katung di sungai yang besar ternyata membuat ngeri juga....... mana tidak pandai berenang...... life jacket juga tak ada......hanya doa saja yang bisa terucap.
Tidak sulit rupanya buat “nahkoda” perahu kami..... kebetulan dia masih menyimpan baling-baling cadangan di perahunya...walau baling-balingnya tinggal 2 daun saja (seharusnya 3 daun). Buka baju dan terjun....menyelam....tidak sampai 5 menit selesai......perjalanan bisa dilanjukan.....aman........ Akhirnya perjalanan selama 45 menit + 10 menit terkatung-katung tanpa baling-baling berakhir......... cukup membayar Rp 30.000,- (mungkin karena kenal ama yang punya perahu, tanpa asuransi dan bonus wajah tambah gelap).
Jadi kepikiran.....kenapa wisata perahu menyusuri Batanghari tidak di kelola secara baik? Perahu yang berwarna-warna, beratap, punya life jacket, kalau perlu asuransi, ada musiknya, jalur yang semakin panjang...kalau perlu dari jembatan Aur Duri 1 sampai jembatan Aur Duri 2..... dan ada yang lebih ekstrim.....wisata perahu malam hari....wow...di jamin Ok.
Semoga....... suatu hari kelak saat mengunjungi Jambi...... wisata sungai menjadi kebanggaan masyarakat Jambi. Gimana pak gubernur???.. (e... siapa ya gubernurnya setelah pak Zulkipli Nurdi????.)

BATAKPOS KEBANGGAAN BANGSO BATAK

Kamis, 16 Februari 2012

Militansi Pers dan LSM Jambi Terhadap Kepemilikan Pulau Berhala Dipertayakan

Jambi, BATAKPOS

Rosenman Manihuruk (Asenk Lee Saragih) saat berkunjung ke Pulau Berhala, Tahun 2006 lalu. Foto dok Pribadi.

Eksotik : Pulau Berhalo tampak eksotik dan cocok untuk obyek wisdata bahari di Provinsi Jambi. Foto batakpos/rosenman manihuruk


Makam Raja : Makam Raja Jambi Datuk Paduko Berhalo, Ahmad Barus II di Pulau Berhalo masih terawatt dan sering dikunjungin warga Jambi. Foto batakpos/rosenman manihuruk


Rumah : Permukiman Warga Desa Sungai Itik, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi di Pulau Berhalo Jambi. Foto batakpos/rosenman manihuruk


Pers dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jambi kurang berpihak terhadap kepemilikan Pulau Berhala. Pers dan LSM cenderung menyalahkan dan menyudutkan Pemerintah Provinsi Jambi terkait dengan adanya informasi putusan Mahkamah Agung (MA) Putusan bernomor 49 P/HUM/2011 diajukan ke MA pada 19 Desember 2011.

Permohonan yang diajukan oleh Gubernur Kepri, M. Sani meminta Permendagri No 44/2011 tertanggal 27 September yang diundangkan 7 Oktober 2011 untuk dihapus. Dalam Permendagri tersebut menetapkan Pulau Berhala masuk wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Kamis, 08 Maret 2012

Dalam rangka menimba informasi yang utuh dan menyeluruh dalam perencanaan pengadaan software sistem informasi akademik dan perpustakaan yang sudah dijalankan oleh STMIK AMIKOM Yogyakarta. Akademi Keperawatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengadakan studybanding ke perguruan tinggi di Yogyakarta, salah satunya adalah ke STMIK AMIKOM Yogyakarta.
Untuk mewujudkan misi 20% dari alumni menjadi pengusaha, maka STMIK AMIKOM Yogyakarta aktif mengadakan kegiatan-kegiatan bernuansa Entrepreneurship atau kewirausahaan. Entrepreneur Campus hadir sebagai wadah mahasiswa untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Entrepreneur Campus telah mengadakan kegiatan seperti: seminar entrepreneurship, beasiswa gratis pendidikan entrepreneur campus, entrepreneur days dan agenda yang sudah direncanakan dengan matang yaitu Pasar Minggu Amikom (PMA).
Pasar Minggu Amikom (PMA) adalah kegiatan kewirausahaan yang akan diadakan pada tanggal 10-11 maret 2012 di area parkir STMIK AMIKOM Yogyakarta. Pendaftaran peserta dibuka sejak tanggal 15 Februari 2012 sampai dengan 5 Maret 2012.
Syarat menjadi peserta dalam PMA cukup mudah. Mahasiswa tidak perlu repot-repot dalam segi perijinan usaha. Berikut adalah ketentuan Pameran usaha: